Filosofi memancing
Jika mencari pekerjaan, jodoh, dan kesempatan adalah memancing
Memancing adalah sebuah hobi yang terdengar membosankan dan buang-buang waktu. Ya, jika yang berkata seperti itu adalah orang yang tidak pernah mendengar dering reel ketika ikan mulai terjebak dengan umpan kita. Atau oleh orang yang tidak pernah mencicipi sensasi memutar reel ketika ikan dengan sengaja berenang sekuat tenaga seolah berlari menjauh dari mata pancing yang tersangkut di bibirnya.
Jika disederhanakan, memancing hanyalah kegiatan memasang umpan, melemparnya ke air, lalu menunggu hingga ikan-ikan dengan bobot tertentu tertipu. Namun ada sebuah pesan luar biasa yang tersembunyi dalam proses memasang umpan dan menunggu ini. Sebuah pelajaran yang akan sangat kita butuhkan jika suatu hari, jalan hidup terasa sedikit lebih menanjak dan langkah kaki mulai terasa sedikit berat.
Lantas apa yang bisa kita petik dari proses memancing itu?
Begini, dalam memancing, tidak ada yang pernah tau, akan selama apa umpan kita dibiarkan berenang menunggu dilahap ikan. Umpan semahal apapun, belum tentu menjadi jaminan untuk memastikan bahwa dalam hitungan detik kita harus memutar reel dan menarik seekor ikan besar. Tidak. Memancing tidak sesederhana itu.
Memancing adalah tentang melempar umpan dan menunggu.
Menunggu jika keberuntungan sedang berpihak pada kita hingga umpan yang telah dikorbankan tidak terbuang sia-sia. Semua tentang hal tidak terduga yang diberi nama rezeki. Ada rezeki, tidak akan banyak umpan terbuang. Belum ada rezeki, ulangi memasang umpan baru dan kembali menunggu dari awal.
Hidup pun seperti itu.
Tidak ada yang bisa dipastikan dalam proses mencari dan mendapatkan apa yang kita mau. Tentang apapun itu. Semua usaha membutuhkan “umpan”nya. Setiap pencarian membutuhkan “penantian”nya.
Terdengar klise bukan? Namun memang begitu adanya.
Kita hanya seorang tukang pancing yang sedang mengharapkan ikan dengan bobot besar menarik-narik joran. Syukur-syukur tali yang kita pakai cukup kuat untuk menahannya. Jika tidak, upah menunggu yang sudah di depan mata hanya akan berakhir di bawah air, termasuk kail dan umpan yang terpaksa direlakan.
Ini yang kita sebut pengorbanan.
Jika benar-benar menginginkan sesuatu, tidak ada cara lain selain menukar sesuatu untuk mendapatkannya. Entah itu waktu, entah itu perasaan, entah itu materi, atau kebersamaan dengan orang yang kita sayangi. Merasa tidak rela dengan hal yang harus kita korbankan itu?
Anggap saja semuanya hanya sebuah umpan yang sudah pasti akan hilang, entah itu termakan ikan atau berakhir tenggelam bersama tali yang putus ketika ditarik ikan. Bukankah memancing memang ditujukan untuk merelakan umpan?
Lalu bagaimana jika umpan kita telah banyak terbuang dan tetap tidak ada ikan yang setidaknya membuat joran kita bergoyang?
Hah, mungkin kolamnya kosong. Coba pindah ke kolam lain yang ada (banyak) ikan.
Sudah coba semua kolam tapi masih belum dapat ikan? Ah, mungkin sudah waktunya kita mencoba peruntungan di lautan. Ada milyaran ikan di sana. Siapa tau satu-satunya sisa umpan bisa menarik perhatian ikan paus.
Sekali lagi, hidup pun seperti itu.
Tidak ada yang tau umpan kita yang mana yang akan menipu seekor ikan, tidak ada yang tau persis pengorbanan kita yang mana yang akan membuahkan hasil. Asalkan tetap menunggu, memperbaiki kualitas joran dan tali agar tidak mudah putus, dan mengusahakan umpan yang lebih baik setiap waktu.
Salam mancing mania!
Komentar
Posting Komentar